Pendidikan sebagai kapital manusia
PENDIDIKAN
SEBAGAI KAPITAL MANUSIA
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATAKULIAH
Sosiologi Pendidikan
yang dibina oleh Bapak Dr. I Nyoman Ruja, SU
oleh:
Halimatus Sa’diyah (130741615790)
Raga Canigia Renaldi (130741615786)
Yoyok Subroto (130741607099)
Off A 2013
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Januari 2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, karunia dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Sosiologi Pendidikan”, penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dalam
mata kuliah Sosiologi Pendidikanyang dibimbing Bapak Dr. I Nyoman Ruja, SU.
Penulisan
makalah ini tidak lepas dari bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis hingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
dan ketidaksempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang membutuhkan.
Malang, 16 Januari 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
Daftar Isi ...................................................................................................................2
Kata Pengantar ........................................................................................................3
BAB I: PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang .......................................................................................4
2.
Rumusan Masalah ..................................................................................4
3.
Tujuan ....................................................................................................4
BAB
II: PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kapital Manusia.................................................................5
B.
Perkembangan
Teori Kapital Manusi...................................................6
C.
Mengapa
Pendidikan Sebagai Kapital Manusia? .................................9
D.
Peranan
Pendidikan sebagai Human Capital .......................................9
E.
Alasan
Pendidikan sebagai Human Capital .........................................10
F.
Perkembangan Pendidikan sebagai Human Capital ...........................11
G.
Pengelolaan Pendidikan sebagai Human Capital
di Indonesia ..........12
H.
Kelemahan
teori Pendidikan sebagai Kapital Manusia ....................13
BAB
III: PENUTUP
1.
Kesimpulan ................................................................................................15
2.
Daftar Pustaka ............................................................................................16
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sosiologi
pendidikan dapat didefinisikan dengan dua cara. Pertama, Sosiologi Pendidikan
didefinisikan sebagai suatu kajian yang mempelajari hubungan antara masyarakat,
yang di dalamnya terjadi interaksi sosial dengan pendidikan. Dalam hubungan
ini, dapat dilihat bagaimana masyarakat mempengaruhi pendidikan. Juga
sebaliknya bagaimana pendidikan mempengaruhi masyarakat. Dengan pemahaman
konsep seperti itu maka sosiologi pendidikan mengkaji masyarakat yang di
dalamnya terdapat proses dan pola interaksi sosial dalam hubungannya dengan
pendidikan. Membahas mengenai sosiologi pendidikan tentunya di dalamnya juga
terdapat pembahasan tentang pendidikan sebagai kapital manusia. Gagasan kapital
manusia salah satunya diajukan oleh Schultz melalui “investment in Human Capital”
artinya adalah bahwa proses perolehan pengetahuan dan ketrampilan melalui
pendidikan bukan sekedar sebagai suatu kegiatan konsumtif melainkan suatu
bentuk investasi Sumber Daya Manusia.
B.
Rumusan masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan Pendidikan
sebagai Kapital Manusia?
2.
Bagaimanakah peranan Pendidikan sebagai
Kapital Manusia?
3.
Bagaimanakah penerapan Pendidikan
sebagai Kapital Manusia?
4.
Siapa sajakah tokoh yang terlibat dalam
gagasan Pendidikan sebagai Kapital Manusia?
C.
Tujuan
1.
Agar kita memahami maksud dari
Pendidikan sebagai Kapital Manusia.
2.
Agar kita mengetahui peranan Pendidikan
sebagai Kapital Manusia.
3.
Agar kita mengetahui penerapan dari
Pendidikan sebagai Kapital Manusia.
4.
Agar kita mengetahui tokoh-tokoh yang
terlibat dalam gagasan Pendidikan sebagai Kapital Manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN SEBAGAI KAPITAL MANUSIA
Konsep kapital manusia (human capital) diperkenalkan oleh
Theodore W. Schultz lewat pidatonya yang berjudul “Investment in Human Capital” dihadapan para ekonom Amerika pada
tahun 1960, kemudian dipublikasikan melalui jurnal American Economic Review,
pada Maret 1961. Sebelumnya, ekonom hanya mengenal kapital fisik berupa
alat-alat, mesin, dan peralatan produktif lainnya yang ditengarai memberikan
konstribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Gagasan tentang kapital
manusia memperoleh sambutan yang sangat luas dikalangan para ekonom seperti
Bowman, Denison, dan Becker. Selain itu, gagasan tentang kapital manusia juga
berkembangke dalam sosiologi seperti yang dilakukan oleh Parsons, Coleman,
Blau, dan Duncan.
Gagasan kapital manusia yang diajukan
oleh Schultz melalui “Investmen in Human
Capital” adalah bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui
pendidikan bukan sekedar sebagai suatu kegiatan konsumtif, melainkan suatu
bentuk investasi sumber daya manusia (SDM). Pendidikan, sebagai suatu sarana
pengembangan kualitas manusia, memiliki konstribusi langsung terhadap
pertumbuhan pendapatan negara melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan
produksi dari tenaga kerja.
A. Pengertian Kapital Manusia
Secara etimologis, kapital berasal dari kata “capital” yang akar
katanya dari kata latin, caput berarti “kepala”. Adapun artinya dipahami
adalah dana, persediaan barang, sejumlah uang dan bungan uang pinjaman. Kapital didalam kamus ilmiah adalah utama atau
inti (seperti kata capital city
yang berarti kota yang utama). Kapital dalam pengertian ekonomi sering diidentikkan
dengan modal. Akan tetapi “capital” tidak
diterjemahkan sebagai modal seperti lazimnya diartikan banyak orang. Alasan
tersebut dikemukakan oleh Lawang (2003:3) dalam bukunya Kapital Sosial:
dalam Perspektif Sosiologik Suatu Pengantar.
Alasan yang pertama, capital (inggris) memang berarti modal,
boleh dalam bentuk yang biasanya digunakan untuk berbelanja barang kapital
fisik yang memungkinkan investasi dapat berjalan. Dalam pengertian ini
tampaknya tidak ada keberatan berarti yang menyangkut pengertian kapital. Kedua,
dalam bahasa Indonesia orang sering menggunakan istilah “modal dengkul” artinya
tidak ada uang untuk dijadikan modal bagi belanja barang kapital fisik, kecuali
tenaga orang itu sendiri (tenaga fisik). Tenaga fisik tidak bisa dipisahkan dengan
keterampilan, karena keterampilan hanya dapat diwujudkan menggunakan tenaga
fisik dalam ukuran penggunaan kalori besar/ kecil. Tetapi tidak semua
penggunaan tenaga fisik digabungkan dengan keterampilan. Jalan kaki membutuhkan
tenaga fisik, akan tetapi bukanlah suatu keterampilan sebagai bentuk kapital
manusia. Alasan itulah maka konsep kapital tidak diterjemahkan sebagai modal. Ketiga,
tmerupakan alasan penulis sendiri,
konsep kapital berkait dengan suatu investasi. Oleh karena itu, kapital
berhubungan dengan suatu prose yang cukup panjang yang tidak dapat langsung
digunakan seperti halnya “dengkul” yang ada di depan mata dan siap digunakan.
Dari
gagasan awal kapital manusia yang diajukan oleh Schultz telah berkembang
berbagai batasan pengertian tentang kapital manusia. Ace Suryadi (1999: 52-53)
dalam bukunya “Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan”, misalnya, menemukan
bahwa kapital manusia menunjuk pada tenaga kerja yang merupakan pemegang
capital (capital holder) sebagaimana tercermin di dalam keterampilan,
pengetahuan, dan produktivitas kerja seseorang. Adapun Elinor Ostorm (2000:175)
melihat kapital manusia sebagai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
seseorang yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan. Sementara Robert M.Z.
Lawang merumuskan kapital manusia sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang
melalui pendidikan, pelatihan dan/atau pengalaman dalam bentuk pengetahuan dan
keterampilan yang perlu untuk melakukan kegiatan tertentu (2004: 10).
Dari
ketiga rumusan kapital manusia tersebut di atas tidak tampak perbedaan yang
mencolok di antara satu sama lainnya. Ketiga rumusan ini seperti yang dikatakan
oleh James S. Coleman (2008: 373), menunjukkan sebagaimana kapital fisik yang
diciptakan dengan mengubah materi untuk membentuk alat yang memudahkan
produksi, kapital manusia diciptakan dengan mengubah manusia dengan memberikan
mereka keterampilan dan kemampuan yang memampukan mereka bertindak dengan
cara-cara baru. Kapital fisik berwujud, ia diwujudkan dalam bentuk materi yang
jelas. Adapun kapital manusia tidak berwujud, ia diwujudkan dalam keterampilan
dan pengetahuan yang dipelajari oleh individu. Kapital fisik memudahkan
aktivitas produktif, demikian juga dengan kapital manusia.
B. Perkembangan Teori Kapital Manusia
Akar
perkembangan teori kapital manusia dapat ditelusuri dalam pemikiran peletak
dasar ilmu ekonomi modern, yaitu Adam
Smith (Suryadi, 1999;Lin,2001). Menurut Adam Smith, seperti yang dikkatakan
oleh Suryadi (1999:44), kapital manusia
terdiri atas kemampuan dan kecakapan yang diperoleh semua anggota masyarakat.
Perolehan kemampuan, yang dapat dilakukan melalui pendidikan, belajar sendiri,
atau belajar sambil bekerja memerlukan biaya yang dikeluarkan oleh yang
bersangkutan. Biaya suatu pengorbanan ini dikeluarkan untuk memudahkan mencari
pekerjaan, promosi pekerjaan, serta memperoleh pendapatan yang layak.
Menurut Smith, lanjut Suryadi (1999:45), kemampuan dan keterampilan menggunakan
mesin-mesin sama penting dan mahalnya dengan mesin-mesin itu sendiri. Kemampuan
dan keterampilan ini, oleh sebab itu, dapat dipandang sebagai kapital.
Berdasarkan
penulusuran Suryadi (1999:45), Heinrich
von Thunen dipandang sebagai seorang penggagas awal studi kapital manusia. Hal
itu dikarenakan ia dilihat sebagai penerima konsep kapital manusia dengan
sepenuhya. Heinrich von Thunen mengakui tingkat pelayanan dari manusia tidak
terlepas dari kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya, yang diperoleh
melalui pendidikan. Von Thunen berargumentasi bahwa pendidikan tinggi akan
menghasilkan kemampuan dan keterampilan yang tinggi pula. Pada gilirannya itu
akan menciptakan penghasilan yang tinggi pula.
Seperti
yang telah disebut di atas, Theodore W. Schultz memberikan batasan yang tegas
apa yang disebut dengan kapital manusia. Gagasan Schultz mengenai kapital
manusia ini telah memberikan motivasi bagi para ekonom untuk mengembangkan
studi lebih lanjut tentang kapital manusia. Gari S. Becker (1964), misalnya, melihat keterampilan manusia sebagai
hal yang ditambahkan kepada seorang pekerja ketika pekerja mendapatkan
pengetahuan, keterampilan dan aset lain yang berguna bagi pemberi kerja atau
perusahaan serta bagi proses produksi dan pertukaran. Nilai yang ditambahkan
ini melekat dalam diri pekerja itu sendiri. Jadi, investasi kapital manusia
lewat peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman pekerja tidak hanya
menguntungkan bagi perusahaan, tetapi juga baik bagi pekerja itu sendiri.
Dalam
sosiologi, seperti dikatakan diatas, beberapa sosiolog disebut telah membawa
kapital manusia ke dalam bidang kajian sosiologi, yaitu Parsons, Coleman, Blau,
dan Duncan. Melalui The American
Occupational Structure, Peter M. Blau dan Otis Dudley Duncan menyajikan
suatu analisis sistematis tentang struktur pekerjaan, karena itu merupakan
dasar utama bagi sistem stratifikasi masyarakat Amerika. Proses-proses
mobilitas sosial satu generasi ke generasi berikutnya dan dari karier awal ke
jabatan yang dituju, dianggap mencerminkan dinamika struktur pekerjaan
(1967:1). Dalam penelitian ini, Blau dan Duncan menganalisa lima variabel,
yaitu tingkat pendidikan respponden, pekerjaan pertama responden, status
pekerjaan responden pada tahun 1962, status pekerjaan ayah, dan pekerjaan ayah.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pendidikan ayah dan pekerjaan ayah
“menyebabkan” tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pekerjaan pertama, maupun
pekerjaan responden pada tahun 1962.
Teori
kapital manusia, seperti teori yang lainnya yang menuai beberapa kritik. Ace
Suryadi (1999) menemukan beberapa kritik yang ditujukan kepada teori kapital
manusia dan dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar, yaitu:
1) Pengaruh Tidak Langsung. Suryadi (1999: 65-66),
mendapatkan penelitian Herbert Gintis yang menemukan bahwa pendidikan atau
latihan memang penting bagi tenaga kerja, tetapi tidak secara langsung dalam
pengembangan kemampuan dan keterampilan. Pendidikan memang memberikan pengaruh
terhadap produktivitas, tetapi tidak langsung.
2) Efek Kredesianlisme. Mengutip Ivan Berg, Suryadi
selanjutnya menemukan bahwa perluasan pendidikan hanya memberikan pengaruh yang
sangat kecil terhadap produktivitas tenaga kerja.perluasan kesempatan
pendidikan justru menyebabkan pasokan berlebih tenaga kerja terdidik dengan
rentangan kualifikasi tenaga kerja yang semakin besar karena sertifikasi
pendidikan telah dilegitimasikan sebagai syarat penting untuk mendapatkan
pekerjaan. Ketika kemampuan dan keterampilan menjadi syarat dalam mengangkat
tenaga kerja, maka sertifikat dan ijazah bukan merupakan hal utama dalam
pengangkatan pegawai atau tenaga kerja (1999: 66-67).
3) Asumsi “Screening
Device”. Merujuk Keneth Arrow, Suryadi (1999: 67) menyebutkan bahwa
pendidikan dipandang sebagai Screening Device, karena pendidikan tidak secara
langsung meningkatkan produktivitas dan keterampilan lulusan sebagai calon
pegawai. Pendidikan dilihat sebagai pembenaran terhadap seleksi dan penentuan
gaji pegawai.
4) Regularitas. Menurut Suryadi (1999: 67-68),
keteraturan atau regukaritas dalam penemuan-penemuan penelitian tentang kapital
manusia tidak dapat digeneralisasi, karena sangat bergantung pada karakteristik
dari segmen masyarakatnya.oleh karena itu, teori kapital manusia mungkin
berlaku pada dua segmen masyarakat yang berkarakteristik ekstreem satu sama
lainnya, yaitu pada kelompok masyarakat pendidikan sangat tinggi dan kelompok
masyarakat sangat rendah.
C. Mengapa Pendidikan Sebagai Kapital Manusia?
Dari
pengertian konsep dan teori kapital manusia yang berkembang terlihat bahwa
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan atribut serupa lainnya yang diperoleh
seseorang yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan dalam kehidupannya
dapat diperoleh melalui berbagai pendidikan, yaitu pendidikan formal seperti di
sekolah, pendidikan nonformal seperti pelatihan di tempat kursus, maupun
pendidikan informal seperti belajar life-skill
di surau. Kesemua pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan atribut serupa lainnya
ini dipandang sebagai kapital manusia.
Pengakuan
kepemilikan kapital manusia berupa pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan
atribut serupa lainnya, oleh karena itu diwujudkan dalam cara yang berbeda.
Pengakuan terhadap kapital manusia yang diperoleh melalui pendidikan formal
diwujudkan dalam bentuk ijazah pendidikan. Dengan kata lain, ketika seseorang
melamar suatu pekerjaan tertentu, maka ijazah pendidikan formal yang dimiliki
diterima sebagai salah satu persyaratan atau kualifikasi untuk pekerjaan ini.
bisa saja pengakuan yang diberikan terhadap suatu ijazah dikaitkan dengan
apakah lembaga di mana ijazah tersebut dikeluarkan terakreditasi sesuai dengan
lembaga akreditasi yang berhak untuk melaksanakannya.
Adapun
pengakuan terhadap kapital manusia yang didapatkan lewat pendidikan nonformal
ditunjukkan oleh penerimaan terhadap sertifikat yang dimiliki. Sertifikat yang
dimiliki dapat saja dipertanyakan oleh pemberi kerja, namun keraguan terhadap
suatu sertifikat dapat sirna ketika pengetahuan keterampilan, kemampuan, atau
atribut serupa lainnya dipertontonkan atau diperlihatkan kepada pemberi
kerja.Sementara pengakuan terhadap kapital manusia yang didapatkan lewat
pendidikan informal biasanya tidak melalui ijazah atau sertifikat yang
dimiliki, tetapi cenderung bersifat informal. Dengan kata lain, masyarakat
mengakui seseorang memiliki suatu pengetahuan, keterampilan, kemampuan, atau
atribut serupa lainnya yang diperlukan oleh masyarakat seperti kemampuan
memijat atau melakukan pengobatan alternatif misalnya ketika mereka langsung
merasakannya.
D.
Peranan Pendidikan sebagai Human Capital
Peranan
pendidikan dalam kehidupan adalah sangat penting karena di era globalisasi
sekarang ini dunia kerja menuntut sumber daya manusia yang bermutu dan
berkualitas oleh karena itu dunia pendidikan mau tidak mau harus dapat
menciptakan wadah baik dalam sarana dan prasarana maupun dalam bentuk
pelatihan-pelatihan tenaga kerja yang terampil. Human capital bukanlah
memposisikan manusia sebagai modal layaknya mesin, sehingga seolah-olah manusia
sama dengan mesin, sebagaimana teori human capital terdahulu. Namun setelah
teori ini semakin meluas, maka human capital justru bisa membantu pengambilan keputusan untuk
memfokuskan pembangunan manusia dengan menitikberatkan pada investasi
pendidikan (termasuk pelatihan).
Telah
banyak sumber dan pakar ekonomi pendidikan mengatakan bahwa pendidikan memberi
kontribusi terhadap pembangunan ekonomi. Berbagai kajian akadernis dan kajian
empiris telah membuktikan hal ini. Pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber
daya manusia (SDM) berkualitas (merniliki pengetahuan dan keterampilan serta·
menguasai teknologi) tetapi juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan
kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Salah satu ciri Negara maju adalah tingginya
tingkat pendidikan dan penguasaan teknologi oleh karena itu pendidikan sangat
di tekankan untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusia seperti
adanya pelatihan skill,ketrampilan dan pengetahuan tentang dunia usaha agar
menciptakan sumber daya manusia yang berdaya saing,kompeten,kreatif,berwawasan
luas dan mempunyai integritas tinggi yang dibutuhkan oleh berbagai sektor usaha
baik sektor industry dan lainnya.
E.
Alasan Pendidikan sebagai Human Capital
Alasan
mengapa pendidikan sebagai Human Capital adalah karena Pendidikan merupakan
investasi yang paling penting dalam modal manusia untuk menjawab tantangan
global pada saat ini. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa sekolah tinggi dan
pendidikan tinggi di Amerika Serikat sangat meningkatkan pendapatan seseorang,
bahkan setelah dikurangi keluar biaya langsung dan tidak langsung sekolah, dan
bahkan setelah disesuaikan untuk fakta bahwa orang dengan pendidikan lebih
cenderung memiliki IQ yang lebih tinggi dan lebih baik berpendidikan. Bukti serupa
yang mencakup bertahun-tahun sekarang tersedia dari lebih dari seratus negara
dengan budaya yang berbeda dan sistem ekonomi. Pendapatan dari lebih
banyak orang berpendidikan hampir selalu jauh di atas rata-rata, walaupun
keuntungan umumnya lebih besar di negara-negara berkembang. Tentu saja,
pendidikan formal bukan satu-satunya cara untuk berinvestasi dalam modal
manusia. Pekerja juga belajar dan dilatih di luar sekolah, terutama pada
pekerjaan. Bahkan lulusan perguruan tinggi tidak sepenuhnya siap menghadapi
pasar tenaga kerja ketika mereka meninggalkan sekolah dan harus dipasang ke
pekerjaan mereka melalui program pelatihan formal dan informal.
Oleh karena itu keahlian
dan kecakapan seseorang dalam menghadapi persaingan tenaga kerja sangat
dipengahuri oleh seberapa tinggi dan luasnya pendidikan yang dimiliki
masing-masing individu.
Maka dari itu
diperlukannya usaha-usaha dan program-program untuk menciptakan sumber daya
manusia yang unggul dan bermutu tinggi untuk menghadapi persaingan
internasional karena dunia kerja sangat menunutut untuk memperoleh sumber daya
manusia yang bervarietas tinggi.
F.
Perkembangan Pendidikan sebagai Human Capital
Selama
akhir abad ke-20 ke-19 dan awal, modal manusia di Amerika Serikat menjadi jauh
lebih berharga sebagai kebutuhan tenaga kerja trampil datang dengan kemajuan
teknologi baru ditemukan.
Abad
ke-20 sering dipuja sebagai “abad modal manusia” oleh para sarjana di amerika serikat,
selama periode ini gerakan massa baru terhadap pendidikan menengah membuka
jalan bagi transisi ke pendidikan massa yang lebih tinggi. Teknik-teknik
baru dan proses pendidikan lebih lanjut dari norma sekolah dasar, yang dengan
demikian menyebabkan terciptanya pendidikan formal lebih di seluruh bangsa. Kemajuan ini
menghasilkan kebutuhan tenaga kerja trampil lebih yang menyebabkan upah
pekerjaan yang diperlukan untuk pendidikan lebih jauh menyimpang dari upah
orang yang dibutuhkan kurang.
Perbedaan
ini menciptakan insentif bagi individu untuk menunda memasuki pasar tenaga
kerja untuk mendapatkan pendidikan yang lebih. Negara-negara di kawasan
Arab dihadapkan dengan tantangan untuk mengembangkan keterampilan populasi
mereka dan pengetahuan teknis, atau modal manusia, untuk bersaing dalam
perekonomian global abad ke-21. Keadaan telah menggambarkan pendidikan dan
inisiatif pasar tenaga kerja dilaksanakan atau sedang berlangsung di empat
negara di kawasan Arab – Lebanon, Oman, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA) –
untuk mengatasi masalah sumber daya manusia mereka hadapi setiap saat mereka
mempersiapkan diri mereka negara untuk tempat dalam ekonomi global abad ke-21.. Tiga dari
negara-negara ini – Oman, Qatar, dan UEA – berada di Teluk Arab, yang keempat,
Lebanon, adalah di Levant. Bersama-sama, mereka menyoroti kesamaan dan
perbedaan dari tantangan yang dihadapi oleh negara-negara di kawasan ini dan
tanggapan terhadap tantangan tersebut.
Penelitian
ini menjawab tiga pertanyaan utama: Apa tantangan sumber daya manusia
masing-masing Negara? Apa pendidikan, modal manusia, dan reformasi pasar tenaga
kerja baru-baru ini telah dilaksanakan atau berada di bawah cara untuk
mengatasi tantangan-tantangan ini? Apa mekanisme dan informasi yang digunakan
untuk menilai apakah tujuan reformasi akan bertemu mereka, dan tidak ada bukti
keberhasilan? Jawaban yang dicari melalui analisis literatur yang relevan,
populasi paling terbaru dan data tenaga kerja dari sumber-sumber internasional
dan dalam negeri, dan serangkaian wawancara elit pada tahun 2006 dengan pejabat
pemerintah dan individu dalam organisasi swasta di empat Negara.
Para
penulis menemukan bahwa sementara negara-negara studi telah melembagakan
reformasi untuk pendidikan dan sistem pelatihan yang dirancang untuk
meningkatkan keterampilan penduduk, dan telah membuat perubahan pada pasar
tenaga kerja dan ekonomi bertujuan untuk memfasilitasi penggunaan sumber daya
manusia di berbagai sektor perekonomian, putuskan tetap antara melaksanakan reformasi
dan mengevaluasi mereka untuk memastikan apakah mereka memiliki efek yang
dimaksudkan
Dalam
banyak kasus, reformasi baru saja mendapatkan berjalan, sehingga mungkin
terlalu dini untuk mengukur dampaknya.. Dalam kasus lain,
bagaimanapun kurangnya penilaian sistematis berasal dari kesenjangan dalam data
yang dibutuhkan untuk melacak dampak perubahan kebijakan. Jika evaluasi
kebijakan dibuat integral reformasi, negara-negara di dunia Arab akan memiliki
informasi yang mereka butuhkan untuk membuat investasi terbaik modal manusia
dalam dekade-dekade yang akan datang.
G.
Pengelolaan Pendidikan sebagai Human Capital
di Indonesia
Pemerintah
indonesia (dengan kesepakatan antara Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
dan Departemen Pendidikan Nasional, sebagaimana yang dirilis oleh Bapekki
Depkeu melalui harian Bisnis Indonesia tanggal 20 Maret 2007), menunjukkan
komitmennya atas reformasi sistem pendidikan di negeri ini. Komitmen ini
diterapkan pada tahun ini dengan mengubah fokus pendirian Lembaga Pendidikan, Lembaga-lembaga
pendidikan yang bersifat kejuruan akan diperbanyak jumlahnya. Idealnya, menurut
Bapekki jumlah lembaga pendidikan kejuruan mencapai 70% dari lembaga pendidikan
yang ada, sedangkan sisanya 30% lagi diisi oleh lembaga pendidikan umum. Komposisi ini
telah banyak diterapkan oleh negara-negara di kawasan Asia dan Eropa, dan telah
terbukti mampu menekan laju pengangguran di negara-negara tersebut. Dengan
besamya komposisi lembaga pendidikan kejuruan, akan tercipta link and match
antara dunia pendidikan dan lulusannya dengan kebutuhan tenaga kerja di dunia
usaha. Dari paparan teori diatas terkait kontribusi pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang disampaikan oleh beberapa ahli ekonomi
pendidikan adalah pendidikan menghasilkan peningkatan ketrampilan dan kemampuan
dalam produksi. Jika ketrampilan dan kemampuan untuk memproduksi meningkat maka
pertumbuhan ekonomi pun akan meningkat. Salah satunya adalah SMK,
karena SMK merupakan lembaga pendidikan yang mempersiapkan lulusannya untuk memiliki
pengetahuan, keahlian, dan ketrampilan yang akan menjadi bekal setelah
menyelesaikan pendidikan. Sehingga lulusan SMK memiliki bekal sebagai job
creator maupun sebagai worker, yang berarti siap memasuki pasar kerja.
Pendidikan Menengah Kejuruan mengantisipasi kondisi ini melalui penerapan
sistem pendidikan dan pelatihan Kejuruan berdasarkan kompetensi (CBT).
Dengan
pemikiran ini, pembahasan tentang peran pendidikan SMK terhadap pertumbuhan
perekonomian akan melibatkan pembahasan SMK sebagai lembaga yang menyiapkan
specific human capital yang berkualitas. Dengan terciptanya SDM/lulusan yang
berkualitas yaitu lulusan yang cerdas, terampil dan siap kerja sehingga siap
memasuki pasar kerja. Keterserapan para lulusan yang merupakan output SMK akan
meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi melalui terciptanya nilai tambah terhadap barang dan jasa yang terdapat
dalam dijelaskan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam menyekolahkan
anak-anaknya untuk menempuh studi di jenjang SMK. Semakin tinggi tingkat
partisipasi masyarakat, semakin tinggi pula kualitas SDM yang dapat digunakan
dalam pengolahan sumber daya yang tersedia dalam perekonomian.
H. Kelemahan teori Pendidikan sebagai Kapital Manusia
Tokoh-tokoh sosiologi sendiri seperti: Parson,
Colemann, Blau, dan Duncan melalui “american occuppational
Structure”, peter M. Blau Otis Dudley Duncan menyajikan suatu analisis
sistematis tentang struktur pekerjaan karena itu merupakan dasar utama bagi
sistem stratifikasi masyarakat Amerika. Proses-proses mobilitas sosial suatu
generasi ke generasi berikutnya dari kerier awal ke jabatan yang di tuju.
Mencerminkan dinamika struktur pekerjaan. Teori Kapital Manusia, seperti hanya
teori lainnya, menuai beberapa kritik. Damsar (2010:179) yang mengutip dari
bukunya Ace Suryadi (1999) menemukan beberapa kritik yang ditujukan pada teori
kapital manusia dan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:
1.
Pengaruh Tidak Langsung
Penelitian
Herbert Gintis yang menemukan bahwa pendidikan atau latihan memang penting bagi
tenaga kerja, tetapi tidak secara langsung dalam pengembangan kemampuan dan
keterampilan. Pendidikan memang memberikan pengaruh terhadap produktivitas,
tetapi tidak langsung.
2 . Efek
Kredesianlisme
Mengutip
Ivan Breg, menemukan bahwa perluasan pendidikan hanya memberikan pengaruh yang
sangat kecil terhadap produktivitas tenaga kerja. Perluasan kesempatan
pendidikan justru menyebabkan pasokan berlebih tenaga kerja terdidik dengan
rentangan kualifikasi tenaga kerja yang semangkin besar karena sertifikasi
pendidikan telah di legitimasikan sebagai syarat penting untuk mendapat
pekerjaan. Ketika kemampuan dan keterampilan menjadi syarat dalam mengangkat
tenaga kerja, maka sertifikasi dan ijajah bukan merupakan hal utama dalam
pengangkatan pegawai atau tenaga kerja.
3 . Asumsi
Screening Device
Merujuk
Keneth Arrow yang menyebutkan bahwa pendidikan di pandang sebagai screening
device, karena pendidikan tidak secara langsung meningkatkan produktivitas dan
keterampilan lulusan sebagai calon pegawai. Pendidikan dilihat sebagai
pembenaran terhadap seleksi dan penentuan gaji pegawai.
BAB
III
KESIMPULAN
Konsep
kapital manusia (human capital)
diperkenalkan oleh Theodore W. Schultz lewat pidatonya yang berjudul “Investment in Human Capital” dihadapan
para ekonom Amerika pada tahun 1960, kemudian dipublikasikan melalui jurnal
American Economic Review, pada Maret 1961. Sebelumnya, ekonom hanya mengenal
kapital fisik berupa alat-alat, mesin, dan peralatan produktif lainnya yang
ditengarai memberikan konstribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Gagasan tentang kapital manusia memperoleh sambutan yang sangat luas dikalangan
para ekonom seperti Bowman, Denison, dan Becker. Selain itu, gagasan tentang
kapital manusia juga berkembangke dalam sosiologi seperti yang dilakukan oleh
Parsons, Coleman, Blau, dan Duncan.
Pendidikan sebagai kapital
mengacu kepada Kapital Manusia (Human Capital) yang berhubungan dengan
humanitas. Dimana kapital insani merupakan investasi jangka panjang menyangkut keterampilan
manusia yang dibentuk melalui proses belajar.
Pendidikan sebagai Kapital
Manusia berarti pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan atribut serupa
lainnya yang diperoleh seseorang, dan inilah yang disebut dengan kapital
manusia. Pendidikan sebagai Kapital Sosial berarti sebagai investasi sosial,
yang digunakan untuk mencapai tujuan individual dan/atau kelompok secara
efisien dan efektif dengan kapital lainnya. Pendidikan sebagai Kapital Budaya
maksudnya pendidikan yang memberikan kontribusi yang cukup besar sebagai modal
pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk membuat pembedaan atau
penaksiran nilai.
Kemudian pendidikan sebagai
kapital simbolik berarti pendidikan yang memberikan kemampuan mengatur simbol
seseorang baik menurut prestise, status, otoritas maupun kehormatan sosial, dan
simbol-simbol setiap orang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Damsar. (2010). Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Nasution, S. (1995). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Http: Bahagia, Arjuna, www.google.com//Pengertian dan Pengukuran Human Capital, Diakses pada
Tanggal 17 Maret 2012
data palsu..
BalasHapus